Senin, 01 Desember 2014

lihatlah.....
guratan urat leher dan tanganmu
menyatu benang di pemintal
yang sederhana, bahkan
teknologi tak mau menjamahnya
mungkin....
mereka ragu kesungguhan bersemayam
di rambut putih,
yang menindih
harapan



ILALANG di BUKIT MUCUNG - puisi- (edisi meranggas 2014)


Dan ilalang pun bersuara nyaring
Ketika kaki kita menyeruak semaknya
Merintih dalam penantian kering
Mengusir tanah batu pijakan
Yang berlomba lari mencari perlindungan


Diantara akar akar yang keletihan
Tak jua temukan resapan keringat
Dari ratusan umat beritual malam,
Peluh kita harapan terakhir ilalang
Sebelum hujan lepas dari semedi.

Kabut yang biasanya menyapa pagi
Menjadi malu hilang kesejukan,
Embunnya dibajak angin sebagai persembahan,
Sebelum surya akhirnya....
Meminum semua air di permukaan.

Hhhm....kagum dengan setiamu,
Setiap warna yang kau berikan
Adalah keindahan yang kutangkap
Dari kejujuran yang tak lekang
Oleh musim yang sekedar bersin hujan

Dan ketahananmu.......
Tak mampu disembunyikan,
Ranting rapuh yang melambai diatasmu

Asek-PKT2014


SELAMAT HARI......GURU (puisi)


Masih dari teras berdebu
Diujung timur pulau bermahkota pariwisata
Jauh dari kebisingan
Namun akrab dengan kekeringan


SD 8 dengan 8 pengajar
Berjuang mengatasi hari
Menyulam dilema menjadi kasih
Diantara semangat belajar dan pengabdian
Yang setia dipahat waktu
Di dinding kelas kusam
Di tiang bendera bambu
Di halaman terik
Dimana sampah plastik
Disulam menjadi bola

Mereka mainkan dengan gembira
Bola yang tak bulat sempurna
Diawasi tukang sapu
Merangkap guru olah raga

Sedangkan dikota
Oemar bakri tak lagi bersepeda
Turut berlomba dengan siswa
Pamer harta...
Dan maafkan aku
Tidak untuk semua guru
Wakil kata bisuku, tapi
Untuk dia yang merasa

Guru........Pahlawan tanpa tanda jasa
Mungkin selamanya begitu
Karena tanda jasa
Hanya untuk yang mengangkat senjata

Dan kutukanku,
Semogaa debu dan batu
Mengkristal menjadi permata
Dan orang orang berlomba, karena
Seperti Habibie akan lahir disini
Dibatang pohon ketapang sekolah
Yang setia memayungi
Anak anak sebelum pulang

Seraya, nov 2014 "@sek"
SELAMAT HARI......GURU

Masih dari teras berdebu
Diujung timur pulau bermahkota pariwisata
Jauh dari kebisingan
Namun akrab dengan kekeringan

SD 8 dengan 8 pengajar
Berjuang mengatasi hari
Menyulam dilema menjadi kasih
Diantara semangat belajar dan pengabdian
Yang setia dipahat waktu
Di dinding kelas kusam
Di tiang bendera bambu
Di halaman terik
Dimana sampah plastik 
Disulam menjadi bola

Mereka mainkan dengan gembira
Bola yang tak bulat sempurna
Diawasi tukang sapu
Merangkap guru olah raga

Sedangkan dikota
Oenar bakrie tak lagi bersepeda
Turut berlomba dengan siswa
Pamer harta...
Dan maafkan aku
Tidak untuk semua guru
Wakil kata bisuku, tapi
Untuk dia yang merasa

Guru........Pahlawan tanpa tanda jasa
Mungkin selamanya begitu
Karena tanda jasa
Hanya untuk yang mengangkat senjata

Dan kutukanku,
Semogaa debu dan batu
Mengkristal menjadi permata
Dan orang orang berlomba, karena
Seperti Habibie akan lahir disini
Dibatang pohon ketapang sekolah
Yang setia memayungi
Anak anak sebelum pulang

Seraya, nov 2014 "@sek"

Dilema (puisi)

Ku pikir tak tahu malu,
Mahluk imut didepanku
Beraksi penuh kesungguhan
yang totalnya kejujuran....
Bukan sepertiku dan sejawat
Dengan ekspresi yang dibuat
Untuk sebuah manfaat


Ku biarkan dia dengan dirinya
Apa adanya pada sebuah lomba
Mencederai ritual tahunan
Hanya seremonial
yang bukan keharusan
Bagi insan haus ......
Penghargaan

Dan akhirnya dia tepar
Dengan tanya tersungging
Di dot yang mulai kering
"Bukankah ini minggu ayah?"
Sementara aku.......
Sibuk dengan liur yang liar
Menatap semok didepan

@sek 2014

Kamis, 20 November 2014

seraya, 15 nov 2014 Baksos

jalur tak bersahabat menolak terinjak
menjerit roda memaksa memeluknya
memberi cerita laksana satria berkuda
dari kabin yang riuh tawa canda,

dan ketika kereta kita tak lagi bernyawa
habis tenaganya ditantang medan
mendadak senyap menyapa debar hati
"akankah sampai" gumammu
"anak anak pasti sudah menunggu" jawabku

masih ada kaki untuk mencapainya
benamkan saja di kerikil serta batu,
raskan pijatannya, dan angin kering
pasti memberi tuntunan pada debu

rindu yang menghambur tak terbendung
mengalir jadi bulir garam dikulit
di jamu anak anak alam dan guru kebijakan
berpayung matahari seperti restu
pertemuan cinta dan kemanusiaan,

tenggelam kita dalam cengkrama
karena rindu telah membalut jiwa
dengan keringat yang merekatkan cerita
diteras kelas berselimut debu
seperti lotion di kaki kaki mungil tak bersepatu

di ujung lensaku .....
volunteers bule itu
bernyanyi tak hirau tak jemu
memukul kebekuan, dan pecahlah tawamu
merekapun menari bernyanyi bersama

namun ada malu...
mengendap menyelinap
berbisik bisik pada hati kecilku
entah bertanya atau mempertanyakan
sikapku dan saudaraku yang ora rungu




dan rasa haus itu....
mengacaukan pesta
sedangkan air kau tak punya,
masihkah mungkin ...
sisa keringatmu kujadikan pelepas dahaga...?
karena dahagaku telah terhapus
dengan senyum polosmu

seraya, 15 nov 2014
Baksos Bumi Sehat Foundation

SORE HARI


Menepiku dari surya sore
Yang tersenyum penuh kemenangan
Karena cahayanya tak mampu dibendung
Oleh awan awan hitam yang berkabar hujan
Dan angin selatan masih saja
Meniup dahan kamboja
Berirama buluh buluh gemulai
Menari sepanjang hari


Kau tertegun disudut jendela
Tersadar keindahan senja,
Yang tak lama menjadi gulita
Menyelimuti setiap jengkal persada
Dan tanganmu berusaha menggapai
Helai demi helai cahaya yang tertinggal
Dibalik tirai mimpi
Dari kamar tak berpelita

Asek20112014

Rabu, 12 November 2014

Tiga Akar Penderitaan Hidup-Adi W Gunawan


Bahagia, menurut orang pada umumnya, adalah saat kita mendapatkan atau bertemu dengan yang kita inginkan atau harapkan. Ketidakbahagiaan adalah sebaliknya, kita bertemu dengan sesuatu yang tidak kita inginkan atau harapkan.

Misalnya kita ingin ke mal dan sudah membayangkan apa yang akan kita lakukan di sana. Pikiran kita sudah berada di mal padahal kita masih di rumah. Saat kita sampai di mal dan mendapatkan apa yang kita harapkan maka kita akan merasa senang atau bahagia.

Sebaliknya, misalnya, pas mau ke mal .... eh... kena macet atau mobil kita mogok. Apa yang terjadi? Kita merasakan ketidakbahagiaan. Kita marah, jengkel, dan kecewa berat. Kok ya ada saja kejadian yang membuat kita ”gagal” ke mal sehingga kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan atau harapkan.
Sahabat FB pernahkah anda mengalami hal seperti ini?

Sebenarnya tidak ada satupun kejadian yang bersifat baik atau buruk. Semua kejadian bersifat netral. Kita yang memberikan makna pada kejadian itu. Mobil mogok atau jalanan macet bersifat netral. Tidak ada yang negatif.

Anda bisa bersikeras berkata, ”Ya, tapi kejadian ini kan menghambat saya untuk mencapai apa yang saya inginkan”.
Apakah benar seperti itu? Misalnya kalau mobil mogok, apakah tidak ada alternatif lain? Kalau jalanan macet? Apakah keinginan ke mal tidak bisa ditunda dulu?

Pembaca, apa sih sebenarnya yang mengarahkan pikiran kita sehingga kita bisa salah memberikan makna pada setiap kejadian yang kita alami?

Ada tiga hal yang mempengaruhi pikiran kita setiap saat dalam melakukan evaluasi yaitu kebodohan atau ketidaktahuan, keserakahan, dan kebencian.

Yang dimaksud dengan kebodohan atau ketidaktahuan bukan ”bodoh” secara akademik, mendapatkan nilai jelek, tidak bisa mengerjakan soal ujian, atau tidak bisa menjawab pertanyaan yang sulit.
Kebodohan di sini maksudnya adalah kita tidak tahu, tidak mengerti, atau tidak mau tahu mengenai (nilai) kebenaran. Ketidaktahuan ini mengakibatkan kita bertindak tanpa menyadari bahwa tindakan kita tidak sejalan dengan nilai spiritual.

Kalau pada kasus di atas, kebodohan kita adalah kita tidak tahu bahwa kitalah yang seharusnya mengendalikan reaksi kita. Bukan sebaliknya, diri kita dikendalikan oleh lingkungan kita. Kebodohan ini yang membuat hidup seseorang susah, menderita, berada di bawah ”garis” hidup yang layak, ketidakbahagiaan, dan masih banyak akibat negatif lain.
Sayangnya, sekolah formal tidak pernah mengajarkan mengenai hal ini. Kita belajar dengan susah payah, dengan membayar ”harga” yang sangat mahal, di sekolah kehidupan.

Yang dimaksud dengan keserakahan adalah keinginan kita untuk bisa selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Keserakahan juga berarti kita ingin mendapatkan lebih lagi, lebih lagi, dan lebih lagi. Keserakahan sifatnya sangat halus. Sering kali pikiran kita telah dicengkeram oleh keserakahan namun kita tidak tahu atau tidak sadar. Yang tampak atau yang kita alami adalah emosi lain yang muncul setelah keserakahan bekerja. Nah, yang sering kita otak-atik adalah emosi lanjutan. Bukan akar masalahnya yaitu keserakahan.

Contoh lain keserakahan adalah rasa iri atau dengki. Kita tidak suka, tidak senang, merasa susah bila melihat keberhasilan orang lain, apalagi melebihi keberhasilan kita. Saking halusnya keserakahan menguasai diri kita seringkali tidak kita sadari dan kita bisa membuat seribu alasan untuk menyalahkan orang lain.
Keserakahan ini nanti selanjutnya akan mengaktifkan kebencian. Contohnya? Misalnya kita pernah membantu seseorang. Saat kita membutuhkan bantuan dan kita berharap orang yang dulunya pernah kita tolong mau membantu kita dan ternyata orang ini tidak mau membantu kita, bagaimana reaksi kita? Yang muncul pasti emosi marah, sakit hati, tersinggung, kecewa, jengkel, dan yang sejenisnya.

Coba kita analisa agak dalam. Apakah orang yang pernah kita tolong harus membalas kebaikan kita? Jawabnya tidak. Tidak ada yang mengharuskan ia membalas budi kebaikan kita. Menolong adalah proses satu arah bukan timbal balik. Kalau timbal balik ini namanya bukan menolong tapi berdagang. Ada prinsip untung dan rugi.

Mengapa kita marah, kecewa, sakit hati, dan jengkel saat orang itu tidak mau membantu kita? Karena sebenarnya diri kita, lebih tepatnya, pikiran kita telah dicengkeram atau dikuasai oleh keserakahan. Kita ingin orang itu melakukan apa yang kita minta. Kita berharap orang itu membalas kebaikan kita. Saat apa yang kita harapkan tidak kita temukan atau dapatkan, apa yang terjadi? Ketidakbahagiaan atau ketidaksenangan.

Para master dan guru spiritual telah mengajarkan hal ini sejak ribuan tahun lalu. Mereka selalu berpesan agar kita membantu orang lain dengan tulus. Yang dimaksud tulus adalah kita membantu hanya sekedar membantu, tidak berharap imbalan atau balasan. Setelah kita melakukan suatu kebaikan maka kita harus segera melupakan perbuatan baik yang telah kita lakukan.

Mengapa kita harus melupakan kebaikan kita? Ya itu tadi. Kalau kita terus mengingat-ingat maka yang muncul adalah mental pedagang. Kita berharap mendapat imbalan. Bahkan mengingat bahwa perbuatan baik kita akan mendapat imbalan dari Tuhan, atau ada yang menyebutnya dengan Semesta Alam, juga tidak baik. Justru dengan selalu mengingat ”imbal jasa” ini membuat nafsu keinginan dalam bentuk keserakahan akan semakin kuat.

Jika dihubungkan dengan level energi, seperti yang saya jelaskan pada artikel Energi Psikis Sebagai Akselerator Keberhasilan, maka keserakahan ini berada pada level energi Desire (125), di bawah level Courage (200). Segala sesuatu yang berada di bawah level 200 akan menguras (drain) energi psikis kita.
Selanjutnya keserakahan ini akan mengaktifkan emosi negatif lainnya seperti kebencian. Kebencian sebenarnya adalah bentuk lain dari kemarahan. Benci berarti kita marah pada sesuatu yang tidak sejalan dengan keinginan kita. Dan kemarahan berada di level energi 150.

Bagaimana dengan orang yang selalu ingin dihargai dan dihormati? Orang ini masuk kategori ”sakit”. Kebodohan mereka adalah bahwa sebenarnya mereka tidak membutuhkan hormat dari orang lain. Saat seseorang sudah menghormati dirinya sendiri maka secara otomatis orang lain akan hormat pada dirinya. Ini sesuai dengan Hukum Kesetaraan yang berbunyi apa yang terjadi di dalam (diri) akan terwujud dalam realita fisik (di luar diri).

Orang ini akan selalu berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan yang sudah tentu semakin memperkuat keserakahannya. Keserakahan yang semakin kuat selanjutnya akan membuatnya semakin mudah terpancing untuk marah, tersinggung, jengkel, dendam, dan sakit hati.

Saya mengenal orang tipe seperti ini. Seorang pengusaha sukses yang selalu ingin diakui, dihargai, dan dihormati oleh orang di sekitarnya. Akibatnya? Kawan-kawan baiknya akhirnya menghindari dirinya. Pengusaha ini, walaupun sudah sangat sukses secara finansial, ternyata masih sangat serakah dalam hal rasa hormat, pujian, dan penghargaan.

Anda pasti akan bertanya, ”Lha, lalu apa bedanya antara keserakahan dan ambisi?. Bukankah kita harus punya ambisi untuk bisa meraih sukses?”
Anda benar sekali. Kita harus punya ambisi. Ambisi artinya suatu perasaan yang kuat untuk berhasil. Ambisi adalah sesuatu yang positif. Ambisi menjadi negatif apabila telah berubah menjadi keserakahan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena kita telah dikendalikan oleh ambisi kita.

Bagaimana caranya untuk mengetahui apakah kita yang mengendalikan ambisi atau kita telah dikendalikan ambisi kita? Caranya mudah. Lihat apa yang terjadi bila keinginan kita tidak tercapai. Bagaimana reaksi kita? Banyak orang yang begitu kecewa, karena keinginannya tidak tercapai, akhirnya menjadi marah, putus asa, dan lebih parah lagi depresi. Ini satu contoh bahwa ambisi telah berubah menjadi keserakahan.

Keserakahan ini adalah bentuk lain dari kemiskinan mental yang harus kita berantas. Bagaimana caranya? Mulailah dengan mengikis atau mengurangi kebodohan kita. Kita perlu belajar prinsip hidup yang benar. Jalan pintasnya adalah dengan meningkatkan level kecerdasan spiritual kita.

Langkah selanjutnya adalah dengan mengembangkan kemampuan pengamatan yang tajam terhadap berbagai bentuk pikiran yang muncul di pikiran kita. Kesulitannya, kalau harus mengamati berbagai bentuk pikiran, adalah bahwa dalam sehari bisa muncul sangat banyak bentuk pikiran.

Apa ada cara lain yang lebih mudah? Oh, tentu ada. Bagaimana caranya? Amati perasaan anda. Pikiran mempengaruhi perasaan. Perasaan lebih mudah diamati daripada pikiran. Perasaan negatif muncul sebagai akibat dari pikiran negatif. Perasaan positif muncul dari pikiran positif.

Saat muncul perasaan negatif kita perlu bertanya pada diri kita, ”Ooop...apa ada nilai spiritual yang saya langgar atau abaikan? Apakah ada sesuatu yang masih belum saya mengerti sehingga kebodohan membuat saya seperti ini?

Minggu, 02 November 2014

Kata Mutiara Mahatma Gandhi yang menginspirasi

  •  Hiduplah seolah-olah Anda akan mati besok. belajarlah seolah-olah Anda ingin hidup selamanya
  • Kebahagiaan adalah ketika apa yang Anda pikirkan, apa yang Anda katakan, dan apa yang Anda lakukan selaras.
  • Kekuatan terdiri dari dua jenis. Salah satunya diperoleh karena rasa takut pada hukuman dan yang lainnya dikarenakan cinta. Kekuatan berdasar cinta seribu kali lebih efektif dan permanen dibanding yang berasal dari rasa takut pada hukuman.
  • Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada pencapaian, usaha yang gigih adalah kemenangan yang sempurna
  • Anda tidak harus kehilangan kepercayaan pada kemanusiaan. Kemanusiaan adalah sebuah lautan; jika sedikit bagiannya kotor, lautan tidak akan menjadi kotor. 
  • Kekuatan tidak berasal dari kapasitas fisik, itu berasal dari kemauan yang gigih 
  • Di mana Anda cinta, di situ ada kehidupan.






 



 
    

Kamis, 23 Oktober 2014

Bulan dan Ksatria (SID-lirik)

jejak dendam perih
meraksasa di angkasa
akan cinta besar
dan terhalang durjna

manusia melacurkan
diri di istana
namun tak demikian
dengan bulan ksatria

kekuatan cinta kan
beri dia mahkota
bulan merana jingga
hapus air matamu

ksatria datang dengan
bendera tanpa pedang
di detik ini cinta
adalaah kebenaran

tinggi menjulang
menembus peradaban
melewati waktu
melawan pembenaran

dan kini bulan
menantikan gemilang
tangi, air matanya
telah hilang

derap kuda ksatria
gagah dekati surga
walau neraka berjanji
tuk menghabisinya

di pintu istana bulan
merajah hatinya,
tuk tinggalkan raja, hakim
dn khianat semesta

menuju kemenangan, dan
cinta di kumandangkan
menuju kta hati, dan
terbakarlah semua kebencian

SID-ketika senja (lirik)

ketika senja perlahan mulai tenggelam
di balik gelap kan datang kemenangan
tanggalkan aayap dan tanduk setanmu
yang ada hanya kebenaran semesta

dan kita para tentara,
para pejuang wktu,
tanah ini,
luka ini
demi esok
yang lebih bersinar

terus bersinar,
cahaya cinta berpijar,
dendam bukan mahkota,
anggunlah kau bersinar

kejar dan kejarlah jawaban
atas misteri hidup dan
peristiwa yang kan
menggetarkan istana

welcome boys and girls,
you know i love you all
welcome boy and girls,
to this monument of f**k you all

our dreams are made of steel tonight,
and our heart is forever strong
the kingdom of our ignorance
we will see they fall again,

Bandara Ngurah Rai Kini (puisi)


Rumah megah dengan gedung yang tak lagi ramah
Dibangun tanpa kayu dari hutan yang telah layu
Tak ada alunan jamaica disini, seperti kisah sahadewa
Hanya kokoh berdiri kaku, sesekali menderu


Pintu.... Tak jelas masuk keluar, pergi dan datang
Melompat lompat tak tepat, tak tetap
Mengelabui santai yang damai
menjadi panik diburu

Bukan hanya aku yang bingung denganmu,
Mereka para penumpang yang diburu waktu,
Penukar waktu dan keringat untuk rupiah yang lesu,
Juga resah"Aduh ken ken ne sing taen tetep" keluhnya

"Mungkin hanya dia, yang tak lagi berdasi
Berceramah sambil bersantap, ongkang kaki
Yang tahu pintu tetap dan tepat diletakkan"
Gumam hatiku gundah.....

Aku terkesima mengikuti langkah cantik jelita
Turut memasuki kedai amerika,
Celoteh pramuniaga tak fasih ditelinga,
Membuatku menerka nerka yang tersaji

Dan akupun lupa jam keberangkatan,
Sedang si rupawan...,,,,,
Hilang ditelan pintu kaca

KA 22-10-2014

Senin, 20 Oktober 2014

Tumpek Pande


Keris luk lima bertahta permata
Kurang paham keberadaan,
Tak terdifinisi dalam fungsi
Hingga jemari nakal mencarikan ganti


Dulu, ia pun ada jasa yang terlupa
Ku tahu dari dongeng pengantar tidur
Yang diuntai berulang ulang
Dari sosok renta...

Tak kasat mata, keris luk lima
Selalu sembunyi di pejenengan
Setia menjaga bersatunya keturunan
Dari seteru warisan

Sungguh tak pernah dalam dilema
Ketika tukang las culas
Melebur luk lima dari empunya
Menjelma kereta kuda....beroda

Dengan saji dan upacara
Kereta berbaris ditepian jalan
Bukan, tunjukkan keberadaan
Tapi kandang tak lagi ada
-------------
Dalam bisuku pun aku ragu, sahadewa
Kereta itu tak bisa membawa kembali
Cinta, harga diri yang di sembunyikan pelangi
Hanya menghiasi kekosongan jiwa

Dan dongeng itu menggelisahkan
Ujung mimpi yang terbeli,
Menyadarkan....... senja
Yang tak bisa menunggu

KadekAsek
Oktober 2014

Selasa, 14 Oktober 2014

papua...Kini (puisi)


ku dengar sumbang nada tak bertembang
sayup namun jelas
bayangan wajah tangis seorang ibu
sesegukan dalam pembaringan
menahan sakit terabaikan....


oh air mata mu,....
tak lagi terhapus akar
yang menyerap menumbuhkan belukar
sedang keksihmu sang matahari
sibuk memanggang

anak anak bangsa yang kau lahirkan
beberpa yang diharapkan,....
justru memperkosa fisik
explorasi seluruh tubuhmu tiada henti
dan jiwamu pun terluka

semakin sedih burung berkabar
hilang dahan sandaran, karena
setip payudra(gunung) tak lagi cembung
menjadi cekung bernanah debu
lintasan monster kemakmuran

sedang dimeja perjanjian tak lagi bertemu
niat menjaga atau memelihara
hanya bicara bagian yang tak terbagi
dari kekayan bumi, tak berhasrat
menyisakan untuk cerita generasi

KA14-10-2014

Pojok PrCandiNarmada

bebek bebek di natar candi,
setia......
mengantar surya kembali
berbekal .....
puja puji penguasa industri
dan caci maki petani

bunga kamboja jatuh satu satu
dari ranting rapuhnya
menyalami,....
lalu lalang langkah tak henti,
dan ayam yang salah tingkah,
mematuk nafkah

laksana bebek di filosofi,
terpenjara dalam bijaksana
seperti aku terpaku lemah lesu
diladang yang mulai layu,.....
dan Tuhan tetap bisu

PrCandiNarmada
13-Oct-2014

Kamis, 09 Oktober 2014

Dan musim berganti (puisi)

Harusnya kau cerita
Hujan sudah bermuara
Semalam tadi,
dikulit pertiwi....,
dan angin basah
menyalami daun daun frustrasi

Harusnya kita berpesta
Berdansa bersama
Dalam ritual besar
Untuk matahari
Yang berhenti murka,
Dan musim berganti


KA oct-2014

Purnama yang Gerhana (puisi)


Mungkin bumi kecewa pada matahari...
Mengira bulan penuh sama panasnya
Dari belahan beda, bayangnya menutup purnama

Mungkin bulan lagi menggoda,
Kalarau yang memangsa namun tak mampu menelan
Bulan muncul lagi dari kegelapan dibantu awan yang menari riang

Mungkin matahari tak lagi mampu kejar putaran bumi
Hingga siang dan malam sekejap mata
Dan bulan hadir sebagai tabatan bintang yang lepas dari gugusan

Mungkin selamanya purnama akan gerhana
Fenomena semesta yang terlupa manusia
Seperti kita sulit mencerna waktu (kala) dan bulan menjadi satu batasan

KA- oct2014

demokrasi yang dibajak

Hajatan yang tuntas
menggantung rasa puas
disana.........
gedung parlemen
hanya penuh ornamen
berdasi atau bersafari
penghias demokrasi
yang mati......


sudah ku gabung
salam satu dan dua
menjadi tiga jari, agar
lebih peduli pada bangsa
bukan kantong sendiri
haruskah.........
dengan kepalan jari
agar dimengerti...?

KA oct-2014

Senin, 06 Oktober 2014

Anak-anak Kita Bukanlah Burung Dara yang Sayapnya Diikat - Prof Rhenald Kasali


Pada abad ke-15, seorang pelaut tangguh mengangkat layar kapalnya menyeberangi lautan. Tujuannya adalah pusat rempah-rempah di timur.

“India.” Ia berseru pada semua awak kapalnya. “Kita telah mendarat di India.”

Anda mungkin sudah bisa mereka siapa yang saya maksud. Ya, dia adalah Christopher Colombus. Alih-alih mendarat di India seperti janjinya pada ratu Isabel yang membiayai misi perjalanannya (untuk memperkuat posisi Spanyol dalam perdagangan rempah-rempah yang terputus akibat Perang Salib), Colombus justru mendarat di  Amerika.

Ini tentu di luar harapannya. Saat menghadap ratu, ia pun dicemooh para penjelajah dunia lainnya yang sudah sampai di Tanjung Harapan. Ketika  itulah Columbus berfilsafat, "Kalau Anda tak pernah kesasar, maka kita tak akan pernah menemukan jalan baru."

Tetapi bagaimana orang seperti Columbus bisa menjadi penjelajah dunia, menemukan dunia baru? Sama pertanyaannya, mengapa orang-orang Jepang, India, Yahudi, China dan Korea ada di seluruh dunia?

Bahkan sekarang, orang Malaysia dan Singapura mulai banyak buka usaha di sini? Ada apa dengan anak-anak kita yang masih senang berada dalam "ketiak" keluarga besarnya, menjadi PNS dan sebagainya?

Saya ingin katakan, sesungguhnya anak-anak Anda sama seperti saya. Kita semua sebenarnya rajawali, dan bukanlah burung dara yang sayapnya diikat (dikodi) serta tak pernah bisa terbang tinggi, diberi kandang yang sempit agar selalu dekat dengan tuannya.

Berikan anak-anak Tantangan, Maka Mereka akan Menjadi Pemimpin

Saya kira Columbus benar. Kita semua tahu tidaklah penting apa yang kita capai hari ini, atau saat ini.  Yang lebih penting sesungguhnya adalah apa yang bisa kita pelajari dari sebuah perjalanan itu sendiri. Apalagi perjalanan itu adalah sebuah proses, bukan penghentian akhir.   Anak-anak tak boleh berhenti belajar walau katanya "sudah tamat" sekolah.

Sebaliknya, Anda tahu hari ini, jutaan manusia Indonesia setiap hari sangat takut "menjelajahi" dunia baru yang sama sekali belum dikenalnya. Teman saya, seorang guru matematika misalnya, marah besar saat disuruh mengajar matematika dengan cara digabungkan dengan ilmu lainnya secara holistik. Dia biasa nyaman dalam silonya yang parsial dan merasa paling pandai. Dia juga gemar mengatakan orang lain salah.

Banyak orang menghindari sesuatu yang namanya kegagalan, kesasar, atau segala hal baru  yang bakal menyulitkan hidupnya. Bahkan, menghindari sesuatu kalau ada tantangannya karena takut terlihat kurang pandai karena orang lain bisa melakukannya sedang kita mungkin tidak. Kita maunya anak-anak kita menjadi juara kelas, lulus cepat dan dapat pekerjaan yang baik, dimudahkan jalannya.

Kita bahkan carikan mereka pekerjaan dari koneksi kita, yang mudah-mudah. Tak banyak orang yang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia sebenarnya tak pernah lepas dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan kehidupan.

Tanpa kita sadari, sebenarnya kita terperangkap dalam kenyamanan. Persis seperti perjalanan pulang-pergi rumah-kantor yang selalu melewati jalan yang sama berulang-ulang, yang sesungguhnya mencerminkan kemalasan berpikir belaka. Kita takut kesasar, menjaga agar anak-anak tidak tersesat. Padahal jalan yang buntu itu bukan dead end, tetapi pertanda perlunya putar arah (reroute).

Ingatlah, masalah baru terus bermunculan dan pengambilan keputusan tak bisa dihafalkan. Habit kita telah kita wariskan pada bangsa melalui anak-anak kita.

"Self Driving"

Bepergian ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas sesungguhnya bisa mengubah nasib manusia. Dan keterbatasan itu belum tentu membuat kita tersudut tanpa kemampuan keluar (dari kesulitan) sama sekali. Dan anak-anak remaja kita, sesungguhnya memiliki kemampuan untuk men-drive diri masing-masing, yang membuat mereka mampu mencari dan menemukan "pintu keluar" dari kesulitan sehari-hari.

Namun tradisi kita ternyata jauh dari harapan itu. Kita lebih banyak membentuk mereka menjadi passengers ketimbang drivers. Persis seperti penumpang angkutan kota yang boleh mengantuk, bahkan tertidur, tak perlu tahu arah jalan, merawat kendaraan, berinisiatif pindah jalur. Semua sudah ada yang urus, tahu-tahu sudah sampai di tempat tujuan.

Anak-anak kita sesungguhnya adalah rajawali, bukan burung dara. Tetapi secara psikologis dan tradisi, kita telah mengikat (meng-'kodi') sayapnya, sehingga mereka tak bisa terbang tinggi. Mereka hanya menjadi  "burung dara" yang  hanya bisa melompat ke atap gedung, lalu turun lagi ke bawah tidak jauh-jauh dari rumah kita.

Kita "kodi" sayapnya dengan berbagai belenggu, apakah itu proteksi dan kenikmatan yang berlebihan, keputusan yang tidak pernah kita ijinkan untuk diambil mereka sendiri, hanya untuk memotong rambut atau membeli sepatu.

Banyak masalah mereka kita ambil alih cepat-cepat sebelum mereka bergulat mengatasinya sendiri dalam kecemasan, dalam ketakberdayaan.

Juga  dogma, ancaman, ketakberdayaan dari pengalaman kita, serta kehadiran kita yang harus ada kemanapun mereka pergi.

Cerita mereka bisa anda baca dalam buku aplikasi Self Driving (terbit dua minggu lalu) yang kemarin diluncurkan mahasiswa saya di UI.  Judulnya 30 Paspor di Kelas Sang Profesor. Isinya suka duka dan curhat mereka melepas kodi-kodi itu agar menjadi rajawali yang hebat dalam program one person-one nation, kesasar di manca-negara.

Buku itu jadi sebagai akibat provokasi yang saya lakukan pada mereka, dengan fakta bahwa para tenaga kerja wanita kita di luar negri ternyata lebih mampu menangani tantangan dan ketidakpastian di luar negri ketimbang para calon sarjana yang hanya duduk manis di bangku kuliah.

Saya katakan, era jagoan bicara telah berakhir, kini jagoan itu hanya akan dihormati kalau mereka punya karya, punya langkah. Dan TKW itu adalah manusia yang terhormat karena mereka punya langkah dan membawa berkah.

Jadi hari pertama kuliah, mereka harus urus paspor. Seminggu kemudian, membuat rencana perjalanan ke luar negri. Satu negara hanya boleh dikunjungi oleh satu orang. Dan itu harus cepat, karena 30 mahasiswa berebut negara tujuan dengan syarat tak boleh yang bahasa dan penduduknya mirip dengan kita. Kalau terlambat, biayanya makin besar, negeri yang dikunjungi makin jauh, makin rumit pengurusan visa dan mungkin saja makin tak menarik untuk dikunjungi. Misalnya  Bangladesh.

Ada dua situasi kebatinan yang akan mereka hadapi: terasing sekaligus tertantang. Dalam keterasingan, mereka hanya berbicara dengan diri sendiri, bukan bergantung pada orang lain. Di tengah kesibukan banyak berdialog dengan orang lain dan media sosial, dalam keterasingan, bagus bagi anak muda untuk membangun diri. Dialog diri ini akan menimbulkan self awareness (kesadaran diri) untuk membentuk karakter yang kuat.

Sebab, kuliah saja di bangku kelas tak menjamin manusia belajar menghadapi tantangan yang sebenarnya. Kini, semua persiapan harus diurus sendiri dalam waktu yang sangat singkat, dilarang memakai jasa calo atau travel, juga dilarang menerima bantuan keluarga.

Paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang mau dilihat, biaya dan sebagainya. Laporannya pun bebas, diutamakan refleksi kehidupan, bukan soal produk atau pasar. Jadi perjalanan mereka tidak dimulai di pintu keberangkatan bandara, melainkan di hari pertama kuliah dengan saya.

Sambil belajar teori saya ajak mereka melihat sendiri dunia, dan hadapi sendiri segala masalah. Makin kesasar makin bagus. Lama-lama "kodian" itu lepas, sayap mereka membuka, tanpa disadari mereka mulai bisa terbang jauh.

Satu hal yang dapat dipastikan adalah; mereka akan mulai mengaktifkan otaknya. Dari situ secara tidak sadar mereka sudah memulai praktik manajemen yang sebenarnya. Selama ini buku-buku sudah pasti menjelaskan segala teknik mengatasi masalah dengan amat jelas.

Masalahnya, pernahkah mereka sendiri menggunakanya dalam kehidupan di dunia nyata?

Faktanya pula, kebanyakan sarjana kita belum banyak yang mampu bekerja dengan baik meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat berprestasi. Inilah yang disebut sarjana kertas dengan kehebatan memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas ujian.

Sebagai guru, saya merenungkan kehadiran saya dalam kehidupan mereka: apakah saya hanya menjadi pentransfer pengetahuan atau seorang pendidik?  Saya menyadari betul bahwa pendidik bukanlah sekedar penyampai teori. Kemampuan mewadahi keingintahuan, memperbaiki watak dan karakter, membentuk masa depan mereka adalah sama pentingnya dengan memperaktikan teori.

Masalahnya, maukah mereka berubah? Apakah perubahan ini diijinkan orangtua mereka yang "percaya" bahwa menjadi burung dara lebih baik daripada menjadi rajawali...


Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain itu, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Saat ini, dia juga maju sebagai kandidat Rektor Universitas Indonesia. Terakhir, buku yang ditulis berjudul "Self Driving": Merubah mental passengers menjadi drivers.


http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/10/04/100000926/Anak-anak.Kita.Bukanlah.Burung.Dara.yang.Sayapnya.Diikat

Minggu, 05 Oktober 2014

Nama dari 100 Kurawa

  1. Duryodana
  2. Dursasana
  3. Dursaha
  4. Dursala
  5. Jalaganda
  6. Sama
  7. Saha
  8. Winda
  9. Anuwinda
  10. Durdarsa
  11. Subahu
  12. Duspradarsa
  13. Durmarsana
  14. Durmuka
  15. Duskarna
  16. Karna
  17. Wikarna
  18. Sala
  19. Satwa
  20. Sulocana
  21. Citra
  22. Upacitra
  23. Citraksa
  24. Carucitra
  25. Sarasana
  26. Durmada
  27. Durwigaha
  28. Wiwitsu
  29. Wikatinanda
  30. Urnanaba
  31. Sunaba
  32. Nanda
  33. Upananda
  34. Citrabana
  35. Citrawarma
  36. Suwarma
  37. Durwimoca
  38. Ayobahu
  39. Mahabahu
  40. Citrangga
  41. Citrakundala
  42. Bimawiga
  43. Bimabela
  44. Walaki
  45. Belawardana
  46. Ugrayuda
  47. Susena
  48. Kundadara
  49. Mahodara
  50. Citrayuda
  51. Nisanggi
  52. Pasa
  53. Wrendaraka
  54. Dredawarma
  55. Dredaksatra
  56. Somakirti
  57. Antudara
  58. Dredasanda
  59. Jarasanda
  60. Satyasanda
  61. Sadasuwaka
  62. Ugrasrawa
  63. Ugrasena
  64. Senani
  65. Dusparaja
  66. Aparajita
  67. Kundase
  68. Wisalaksa
  69. Duradara
  70. Dredahasta
  71. Suhasta
  72. Watawiga
  73. Suwarca
  74. Adityaketu
  75. Bahwasa
  76. Nagadata
  77. Ugrasai
  78. Kawaci
  79. Kradana
  80. Kundi
  81. Bimawikra
  82. Danurdara
  83. Wirabahu
  84. Alolupa
  85. Abaya
  86. Dredakarma
  87. Dredaratasraya
  88. Anadrusya
  89. Kundabedi
  90. Wirawi
  91. Citrakundala
  92. Pramada
  93. Amapramadi
  94. Dirgaroma
  95. Suwirya
  96. Dirgabahu
  97. Sujata
  98. Kencanadwaja
  99. Kundasi
  100. Wirajasa
  101. Yuyutsu
  102. Dursala
Yuyutsu, putra Dretarastra yang lahir dari seorang dayang-dayang
Yuyutsu adalah satu-satunya putra Dretarastra yang selamat dari pertarungan ganas di Kurukshetra karena memihak para Pandawa dan ia melanjutkan garis keturunan ayahnya, serta membuatkan upacara bagi para leluhurnya.

copy from: cerita dan tradisi agama hindu

Rabu, 01 Oktober 2014

Akhir Jalanmu (puisi)


 ***hadapkan wajah ke arah cahaya
sehingga kegelapan tak menguasaimu
--------------------------------------


cahaya yang ku bajak
di tepi jendela
melelehkan impian
jadi harapan hangat
memberi terang pada gelap
jiwa-jiwa sesat dalam doa
terkapar dijalan surga.

dari setiap jengkal nafas
yang belum lepas,
cucuran peluh
 kau ramu keluh
fasih mengutuk hari
dari jarum yang tak henti
mengoyak kulit ari

mata...pecahlah sudah
mutiaranya bergulir deras
lepas mimpi usang,
 lekang terpanggang
di siang yang khawatir
membakar iman
berkepanjangan........

KA1\10\2014



Senin, 29 September 2014

matahari yang pulang

Pulang ke peraduan membawa tangis
tak ada sapa burung menghiasi
apakah bingung meliputimu....?
ya.......
konstruksi membalut pertiwi
tak bercelah daun, tempat biasa kau sembunyi
berdahan antena beranting kabel berayun
ulatpun enggan menjelajah
dan burung yang hilang arah
sudahlah....
sembunyikan saja marah itu
matamu terlalu indah untuk merah
dan sudut lain cakrawala telah menunggu

KA 29/9/2014


Jumat, 26 September 2014

:: Sejarah Permainan Ular Tangga ::


Ular Tangga, Itulah nama yang sering kita dengar, yaitu permainan yang sejak jaman dahulu sudah dikenal dan mungkin kita pernah mainkan bersama keluarga maupun teman-teman. Ular Tangga adalah permainan yang ditemukan dan dimainkan oleh orang orang India Sejak dahulu kala. Di India permainan ini populer dengan nama MOKSHA PATAMU yang diciptakan oleh Guru spiritual Hindu.
Permainan ini juga disebut "Leela" - dan mencerminkan kesadaran Hindu di sekitar kehidupan sehari-hari. Nama lainnya adalah "Tangga Keselamatan" yang lalu dibawa ke Victoria Inggris di mana Versi barunya telah dibuat dan diperkenalkan oleh John Jacques pada tahun 1892. Setelah itu permainan ini dibawa ke America oleh seorang ahli mainan bernama Milton Bradley di tahun 1943 dan diberi nama "Snakes n Ladder" yang artinya "Ular Tangga".
Untuk diketahui Ular Tangga ini dikaitkan dengan Filsafat tradisional Hindu yakni : "Karma dan Kama" atau yang diartikan dengan "Takdir dan Keinginan". Permainan ini juga ditafsirkan dengan Pembelajaran Efek dari Perbuatan Baik Melawan Perbuatan Buruk. Tangga Mewakili : Kebaikan seperti; kemurahan hati , iman , dan kerendahan hati. Sedangkan ular mewakili ; Keburukan dan Kejahatan seperti nafsu , kemarahan , Pembunuhan , dan Pencurian.
Pelajaran moral dari Permainan ini adalah Moksha : seseorang dapat mencapai Keselamatan melalui berbuat baik. Sementara dengan melakukan yang jahat akan mewarisi kelahiran kembali ke bentuk kehidupan yang rendah. Jumlah tangga kurang dari jumlah ular sebagai pengingat bahwa jalan yang baik adalah jauh lebih sulit untuk melangkah dari jalan dosa. Sedangkan angka "100" diwakili Moksha (keselamatan).

 Sumber : 4empat.blogspot.com


Finding Husband oleh Herlin Herliansah



Hari ini adalah 9 hari pernikahan gue… hahaha bayangin aja gue yang urakan kayak gini ternyata dapet suami yang macho (bukan mantan cowok ataupun mantan copet). Subhanallah bangetz… Solehnya dan pengertiannya, gak da yang nandingin deh.
Berhubung status gue yang masih mahasiswa tingkat akhir di kota hujan, so….mesti relain dah berpisah sama akang untuk satu minggu. Ya selain gue lagi nyelesein tugas akhir, akang yang seorang jurnalis juga mesti ngejar berita tentang kunjungan Presiden negaraku tercinta Indonesia ke negaranya David Bekam… eh Becham ding! Kita berdua mesti sabar, baruuuu aja nikah dua hari udah kepisah jarak dan waktuuuuu …. yaelah lebai.
Tapi well, akhirnya hari itupun berakhir. Hari ini yayangku pulang dari London. Dan yang paling so sweeeeet… Akang pengertian banget. Tahu gue lagi riweuh dia gak mau gue jemput di Bandara, doi bilang “jemput aja akang di stasiun bogor”. Akang ni sebenernya bukan orang sunda, doi orang Sulawesi, orang Bugis tepatnya. Gue yang orang sunda dengan spontan saat hari pertama kita nikah, dia gue panggil akang. Mulanya dia ketawa karena belum ada yang pernah panggil dia gitu. Tapi apapun akan akang lakukan demi kebahagian gue, istri tercintanya hehehe…
Kita sebelumnya gak pernah kenal dan baru ketemu 5 kali, pertama saat MR gue dan MR nya mempertemukan kami di sebuah mesjid di Kota Bogor, kedua saat dia datang melamar ke rumah, ketiga saat akad nikah, keempat dan kelima yaitu dua hari setelah pernikahan. Hahahaha kocak. Dia usianya emang lebih tua dari gue sih, mmmm…. kalo gak salah 10 tahun. So, gak kaget deh dia suka perhatian.
Tapi lemotnya gue, gue istri yang kagak guna. Selama doi pergi dan gue sibuk sama tugas akhir, gue lupa nyimpen fotonya dia, semua foto pernikahan pun ketinggalan di kampung. Helloooo ni zaman udah modern kaleee, iye tapi gue ubek-ubek Fb dan twitternya doi, tetep aja gue gak nemuin fotonya. Maklum orangnya juga gak narsis, so yang banyak di FB nya hanyalah foto-foto liputannya.
Dengan berbekal memiliki no Hp nya, gue yakin pasti bisa ngenalin wajah teduh suami gue. Bismillah…
Hari ini gue beda dari biasanya, hahaha temen-temen kemaren ngajarin gue dandan, so hari ini gue dandan abis-abisan tapi gak menor juga. Ya…. melaksanakan sunnah Rasul lah kawan. Di angkot, gue udah senyam-senyum serta dag-dig-dug serrr mau ketemu yayang. Tiba-tiba ada sms mampir ke HP….Taraaaa!!! Gue buka inbox ternyata dari akang.
“Yang, aku masih dikereta nih, baru di stasiun Cilebut. Maaf ya kalau kamu udah di stasiun ^^”
Waduh gimana nih, gue lagi kejebak macet sekarang, masih dalam angkot kadal (kampus dalam) pula. Harus cepet-cepet bales sms dan minta maaf nih. And Whaaaaaaaaaaaaaat… Hp gue mati,,,, Ya Karim gue lupa nge-charger Hp semalam. Mampus dah gue…
Satu jam kemudian gue tiba di stasiun, ngos-ngosan karena lari-lari mencari akang, tapi gue bener-bener lupa sama wajah suami gue, terus Hp gue juga mati. Ya Allah…berharap suami gue nyapa duluan gitu atau ngeliat duluan….
Ya Allah gimana nih, gue tengok kanan tengok kiri di stasiun tidak ada tanda-tanda kehidupan akang, hehehe …
Sekitar tiga puluh menit gue di stasiun, dan sampai saat itu pun gue gak nemuin suami gue. Ya iyalah orang lupa. Gue duduk lunglai di kursi stasiun, dan mulai putus asa. Malu rasanya dengan kebegoan gue yang lemot nginget wajah orang, suami sendiri lagi. Kan kalau gue bilang ke orang atau polisi, gue pasti bakal diketawain, masa gitu penganten baru lupa muka pasangannya.
Tepat disamping gue ada seorang cowok yang lagi tidur sambil memegang dua buah teh kotak yang bikin gue ngiler. Hehehe karena gue suka banget minum teh kotak. Ni orang tidur anteng banget, pake headset trus tidur di tengah-tengah keramaian kayak gini. Gue jadi inget diri gue sendiri yang mudah ngantuk juga di tempat mana pun. Sejenak gue liatin… nih orang jangan-jangan si akang, tapi tetep aja ngebleng di otak, gue kucek-kucek mata, tetep aja gak kebayang wajah akang.
Tiba-tiba aja orang samping gue terbangun, dia kaget melihat gue dan tersenyum manis getooo. Gue yang malu karena kepergok lagi ngepoin orang langsung minta maaf.
“maaf, maaf… maaf ya, maaf saya gak sopan. Saya lagi cari orang soalnya, saya kira mas orang yang saya cari….” gue minta maaf dengan membrondong kata maaf sama tuh cowok.
Tuh cowok malah mengernyitkan dahinya, dan langsung tersenyum ramah.
“Iya mbak gapapa. Emang mbak lagi nyari siapa?” Tanyanya, yeee ni orang malah yang ngepoin gue.
“su…eh…. orang yang baru pulang dari London” aduh hampir aja keceplosan, bisa diketawain gue kalau gue lagi nyari suami gue sendiri di stasiun.
“saudara mbak?” dia balik nanya.
“Hehehe, aduh mas susah saya ungkapkan dengan kata-kata” ngelesssss yang pinter biar gak keliatan bloon.
“Oh…”
“Eh nih saya punya teh kotak, mbak mau?” tiba-tiba banget nih orang nawarin teh kotak yang gue sukai, tapi gue inget pesan nyokap katanya kalau di tempat umum jangan gampang nerima makanan atau minuman dari orang yang gak kita kenal, tahu-tahu itu udah dikasih obat bius atau semacamnya, trus gue ntar pingsan dan gue dirampok ma orang itu, atau gue diculik….haaaaah My God jangan dong gue kan belum ketemu akang, masa ntar tragis banget di koran “Seorang Istri Jurnalis, mati mengenaskan di Stasiun” waaaaah gak banget… imajinasi gue yang terlalu ngalir kadang juga lebai. Sebisa mungkin gue tolak dengan halus tanpa menyinggung masnya.
“mmmm makasih mas, saya lagi gak haus. Silahkan buat mas saja” tak lupa tersenyum manis agar masnya gak tersungging eh tersinggung.
“mbak gak coba menghubungi orang yang mbak cari, siapa tahu saja ternyata orang yang mbak cari sudah pulang”
OMG. Iya juga ya, karena akang kelamaan nunggu, akang pulang duluan gitu ke rumah, mungkin aja kan, lagian gue kan gak bisa dihubungi karena Hp lagi mati.
“mbak… mbak….” cowok itu mengibaskan tangannya ke depan muka gue yang lagi bengong.
“Eh iya mas…”
“mbak, sudah coba hubungi belum orang yang mbak cari?” tanyanya lagi padaku
“mmmm…Hp saya mati jadi gak bisa hubungi dia”
Cowok itu membuka ransel, mengambil Hp dan menyodorkannya pada gue. “Nih mbak, saya pinjamkan Hp saya. Mbak hafal nomor Hp orang yang mbak cari gak?
Nomor HP…. Ahaaa!!! Aku ingat nomor Hp akang, maklum karena kurang kerjaan kalau ngelamun, ya ngafalin nomor Hpnya.
“Oh iya, saya hafal nomor Hpnya”
“berapa mbak nomor Hpnya biar saya ketikin”
Ya ampun nih cowok, mau ketikin segala, dipikirnya gue kagak bisa apa ngetik sendiri…
“0812xxxxxxxx”
Dia memberikan Hpnya…
“Nomor yang anda hubungi sedang sibuk” yaaaa sibuk… tambah lemes deh
“Nih mas, terima kasih. Orangnya gak bisa saya hubungi”
Saat melihat Hp ni cowok gue jadi inget sesuatu….
“Oh iya, Hp mas setipe sama Hp saya deh. Mas bawa chargeran Hp gak?” Ngarep banget gue…
“Bawa mbak. Boleh, silahkan mbak pinjam.” Dia kembali mengambil barang dari ranselnya dan memberikan chargeran Hpnya.
Tanpa pikir panjang gue langsung tengok kiri-kanan mencari sumber listrik.
“Mas, saya pinjam bentar ya chargerannya. Mas masih lamakan disini?”
Cowok itu tersenyum dan mengacungkan jempolnya, tanda iya.
Gue langsung lari mencari sumber listrik di stasiun ini, daaaaaaan akhirnya gue dapet colokan sumber listrik di sebuah warung penjual donat alias “Dunkin Donuts”.
Ckckckck, seumur hidup baru ke dunkin donuts Cuma buat nyarjer Hp. Tanpa pikir panjang gue langsung colokin tuh chargeran ke colokan, setelah satu menit gue hidupin Hp.
Waaaaaa…. banyak banget SMS yang membrendel Hp gue dari dua nomor. Nomor akang dan nomor operator yang mengabarkan bahwa gue barusan dihubungi oleh nomor akang. Huhuhu akang maafin istrimu yang dodol ini, pasti akang sekarang juga lagi bingung nyariin….
Segera gue telpon suami gue tercinta.
“Tuuuuuuut…. Asalamualaikum” suara ngebass suami gue terdengar. Haduh gue makin merasa bersalah.
“Walaikumsalam, akaaang……” gue gak bisa meneruskan kata-kata gue karena malu.
“Halo… Ria sayang, kamu dimana dek?”
“akang aku…. aku…. akang dimana??? Maafin aku kang ….” nangis bombai gue karena merasa berdosa membuat suami gue menunggu.
“Dek, kamu kenapa nangis? Akang masih di satsiun nih, nungguin adek”
Haaaaaaah….. OMG ternyata akang masih ada di stasiun. Gue langsung nyari sesosok cowok yang lagi nelpon diluar Dunkin Donuts… aduuuuuh terlalu banyak orang di stasiun.
“akaaaaang… akang maafin aku, akang dimana? Aku segera jemput akang nih”
“Tut tut tut tut” bunyi Hp dimatikan. Huaaaaaa jangan-jangan akang marah, jadi matiin Hpnya. Gue lemes tak berdaya, dan menutup wajah dengan kedua tangan.
Tiba-tiba sebuah teh kotak disodorkan ke samping gue.
Gue kesel amat nih sama pelayan dunkin donuts, gak tahu apa orang lagi sedih.
“Maaf mbak saya gak pesen teh kotak” jawab gue ketus.
Kok pelayannya diem. Gue menoleh kepada orang yang memberikan gue teh kotak, eh ternyata bukan pelayan tapi cowok yang gue pinjem chargerannya. Mungkin dia mau ambil chargerannya kali ya.
“Eh mas maaf, ini chargerannya mau diambil ya” gue langsung mencabut chargeran dari colokan sumber listrik dan menggulungnya.
“Akang ada di depan kamu sayang….”
Whaaaaaat !!!! ni orang berani banget…. eh tapi tunggu maksudnya apa, gue mengernyitkan dahi bingung dengan apa yang dikatakan cowok pemilik chargeran.
“Maksud lo?” dengan spontan gue nanya. Dia mengernyitkan dahinya.
“Maria Ulfa, ini akang. Pria yang nikahin Ria sembilan hari yang lalu” jawabannya mantap sambil tersenyum.
Gue melongo dan salting, sumpah gue masih gak percaya, apa iya cowok depan gue akang. Parah bangeeeeeeeeeeet.
“Hari ini akang masih maafin kamu karena kamu lupa wajah akang, tapi satu hal yang harus kamu inget….. Insya Allah akang gak akan lupa sama wajah polos istri akang tersayang hehehehe”
Air mata gue berderai tak tertahan… gue bener-bener malu, jadi selama beberapa menit yang lalu gue kelihatan banget begonya depan suami gue sendiri.
“Diminum Teh Kotaknya, waktu akang baca CV kamu, katanya minuman kesukaan kamu teh kotak kan?”
Huaaaaaaaaaa… tambah malu gue, dia bisa inget apa yang jadi kesukaan gue, sedangkan gue sama wajah suami gue sendiri aja lupa.
“Akang…. aku…” pipiku memerah seketika menahan malu.
“Sebelum pulang kita makan donat dulu ya disini” tangan akang mencubit pipi merahku.

Reshare dari Page Jilbab Walimah dan Tausiyahku

DemoCrazy (puisi)


pinangan tanpa syarat
melumpuhkan ingatan
membuai sesaat
luluh dipalu aparat
cerah kan kelabu lagi
demokrasiku kini
mati suri, terbaring disudut hati
dimimpi yang belum pergi


bermanja dengan janji
belum juga nyata harapan negeri
kau bungkus lagi dengan duri
agar tak terjamah generasi
kecewa dijalan tumpah
lupakan sumpah,
anggaran terperah
untuk putusan sampah

terima kasih yang terhormat
hadiah demokrasi hari ini
untuk diingat dalam putaran waktu
warna dan panji saksi
kumpulan penikmat
yang sepi peminat
menari tarian kejang
pada demokrasi lajang

KA2014 untuk rayakan kembalinya DPR punya kuasa atas pemilihan kepala daerah

Kamis, 25 September 2014

Titipan


Pernah mengamati petugas valet parking di hotel-hotel atau pusat pertokoan? Mereka dengan keramahannya menjaga betul mobil kita. Apa pun jenis mobil yang kita kendarai, akan dijaga sesuai dengan standar dan prosedur yang telah menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Begitu juga saat mereka mengambilkan kendaraan kita kembali. Senyum ramah mereka sunggingkan, sembari mengucapkan selamat jalan dan semoga selamat sampai tujuan. Meski bukan mobil milik sendiri, mereka memperlakukan layaknya kendaraan sendiri. Begitu harus “melepas” kendaraan kembali ke pemiliknya, mereka pun tulus memberi ucapan selamat dan mendoakan agar sampai tujuan. Sepele sepertinya. Namun, peristiwa sederhana tersebut, bisa jadi pembelajaran bagi kita tentang ketulusan ketika memperoleh sesuatu. Ya, para petugas valet parking itu menerima titipan, menjaganya, dan kemudian mengembalikan tanpa harus “merasa kehilangan”.
Pada tulisan kali ini, saya ingin menggarisbawahi poin soal “merasa kehilangan”. Banyak dari kita yang sering menerima titipan—apalagi berwujud jabatan—tapi kemudian melekat pada titipan tersebut. Akibatnya, saat harus melepas titipan, terasa berat. Padahal, sedari awal, sudah jelas ,semua ada masanya.
Saya ingat, ada sebuah ungkapan bahasa Jawa yang perlu kita renungkan. Bandha titipan, nyawa gadhuhan, pangkat sampiran. Arti harfiahnya adalah harta hanyalah titipan, nyawa adalah gadaian, dan pangkat hanya digantungkan. Tak ada yang abadi yang menempel pada diri kita. Kecuali—bisa jadi—nama baik yang terus akan dikenang.
Ungkapan tersebut sangat dalam maknanya. Sebab, kita diajarkan untuk “tahu diri” dan “sadar kondisi”. Kita diajarkan untuk tidak membiarkan diri tenggelam dalam kemelekatan pada suatu hal yang kita agung-agungkan. Sebab, saat kita sudah terjebak dan lengket pada apa yang kita sebut sebagai pangkat, jabatan, wewenang, kekuasaan—atau bahkan nama baik sebagai bentuk pencitraan—suatu saat pasti akan datang masa di mana kita tak bisa melawan kehendak Sang Maha Pencipta dan Kuasa.
Lalu, apakah kita tak berhak menikmati “titipan” itu? Sebenarnya sah-sah saja. Bahkan, semua itu manusiawi. Bagaimana tidak? Sudah bekerja keras, sudah berjuang maksimal, sudah berusaha mati-matian, tentu “imbalan” yang kita dapat itu berhak kita nikmati. Dan, berhak pula kita pertahankan. Tapi, jangan sampai semua itu malah lantas membelenggu kita. Sebab, jika itu yang terjadi, mungkin kita malah akan terjebak, jadi “diperbudak” oleh status kita sendiri. Akibatnya, bukan menikmati, bukannya bahagia, namun malah jadi sengsara, karena terbebani oleh status fana yang ingin kita jaga.
Maka, alangkah baiknya, saat titipan itu masih di tangan kita—apa pun bentuk dan namanya—kita berdayakan titipan itu pada hal-hal yang membuat manfaatnya bisa dirasakan kepada lebih banyak orang. Jabatan misalnya. Gunakan untuk membuat berbagai kebijakan yang membawa keberkahan bagi masyarakat luas. Kekayaan apalagi. Akan jauh bermakna saat dimaksimalkan untuk membawa kebaikan bagi sekitarnya. Atau, saat nama baik kita sandang. Alangkah indahnya dengan pengaruh yang kita miliki bisa menggerakkan lebih banyak insan untuk membawa berbagai perubahan untuk membangun sekelilingnya.
Dengan “menikmati” titipan melalui cara-cara yang lebih positif, rasa kepemilikan terhadap titipan yang diberikan akan menjelma jadi “kepemilikan” bersama. Sehingga, saat titipan itu sudah tak lagi melekat pada kita, manfaatnya masih bisa kita rasakan bersama-sama pula.
Mari, sadari bahwa harta hanyalah titipan, nyawa adalah gadaian, dan pangkat hanya digantungkan. Semua akan berlalu seiring dengan waktu. Tugas kita, sebisa mungkin memaksimalkan waktu tersebut untuk menjadi manfaat yang berlipat, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi bagi insan lain sebanyak-banyaknya. Jika itu mampu kita lakukan, niscaya, kebahagiaan akan melekat pada kita selamanya. Semoga.

Oleh Andrie Wongso

GAK ENAK-Fonny Jodikin-


* sebuah catatan terima kasih

terima kasih untuk hal-hal yang ‘gak enak’, Tuhan…
karena mereka malah membuatku semakin bersyukur
atas hal kecil dan sederhana yang mungkin terlupa…


terima kasih untuk kejadian yang menyedihkan, Tuhan…
karena oleh mereka aku jadi makin dekat pada-Mu
dan mampu menghargai hal-hal yang membahagiakan…

terima kasih untuk setiap kegagalan, Tuhan…
karena dari mereka aku belajar menghargai kesuksesan
yang Kauizinkan mampir di hidupku…

terima kasih untuk setiap kehilangan, Tuhan…
karena aku semakin sadar bahwa hidup ini sementara
yang abadi hanya diri-Mu

terima kasih untuk setiap kemalangan, Tuhan…
karena dari situlah aku belajar berdiri tegar
tidak selalu mudah namun bisa terjadi dengan bimbingan-Mu.

terima kasih untuk setiap kekuatiran, Tuhan….
karena dengan demikian, aku datang dan membawa mereka pada-Mu
sambil menyerahkan kehidupanku seutuhnya ke dalam tangan-Mu

terima kasih untuk setiap kesukaran dan permasalahan, Tuhan…
karena dengan adanya mereka aku belajar berusaha
mencari solusi kreatif sekaligus berserah pada-Mu…

terima kasih untuk semua yang ‘gak enak’ itu, Tuhan…
karena hidup bukanlah melulu kemapanan ataupun kenyamanan…
namun juga proses pembelajaran…

terima kasih, Tuhan untuk itu semua…
karena kutahu, Kau bertujuan agar aku terus naik kelas
dalam sekolah kehidupan bersama-Mu.


From pages Setitik Embun Inspirasi

Rabu, 24 September 2014

Deritamu Bakau


pucuk hijau daunmu
melambai, memanggil cahaya temaram
lepas sudah sentuhan dahan dan ranting
kering, terpelanting, tak berdaya
bersama sampah ia senggama
yang erat memeluk akarnya

mengap mengap si akar tua
berharap air bantu nafasnya
lepas plastik yang melilit
membelit sekujur tubuh renta

airpun enggan murka
larikan sampah hingga samudera
dan angin musim sepi suara
mengirimnya.........
kerawa dibatang muda
kepantai jamak cerita
kehati yang buta

KA.2014

Sabtu, 20 September 2014

Steve Jobs larang anak pegang iPhone dan iPad

Saat menjabat sebagai bos Apple, tentunya banyak orang yang memperkirakan kehidupan keluarga Steve Jobs berkaitan erat dengan produk-produk Apple, seperti iPad dan iPhone. Namun kenyataannya berbeda, Steve Jobs justru melarang anak-anaknya bersentuhan dengan dua produk andalan Apple tersebut.

Cukup mengejutkan memang, tetapi mantan CEO Apple tersebut benar-benar menjauhkan buah hatinya dari iPhone dan iPad. Alasan utamanya pun sederhana, Steve Jobs khawatir bila anak-anaknya akan menerima dampak negatif dari gadget-gadget Apple tersebut.

"Kami membatasi penggunaan teknologi untuk anak-anak di rumah," ungkap Steve. Seperti dikutip dari merdeka.com.

1 Perhatian terhadap dampak gadget ke anak
Sifat 'kolot' dari orang di balik lahirnya era kejayaa smartphone tersebut adalah sebuah bentuk perhatian terhadap efek jangka panjang dari penggunaan perangkat mobile bagi anak-anak, terutama produk-produk dengan layar touchscreen.

Gadget dengan layar touchscreen yang memberikan kemudahan dan menarik bagi anak-anak memang  dituding dapat menyebabkan kecanduan. Bahkan,  Steve Jobs menambahkan bila anak-anaknya belum pernah menggunakan iPod yang hanya beberapa varian yang mengusung layar touchscreen.

Ternyata gaya pembelajaran anak seperti yang dilakukan oleh  Steve Jobs juga dilakukan oleh petinggi- petinggi perusahaan teknologi lain, termasuk mantan editor dari portal berita teknologi terpopuler Wired yang kini menjadi salah satu pencipta drone kenamaan, Chris Anderson.

Anderson bersama dengan beberapa orang tua lain berpendapat bila orang tua modern telah banyak melihat dampak negatif dari penggunaan gadget secara berlebihan, sehingga mereka tidak ingin hal yang sama menimpa anak mereka. Oleh sebab itu, tidak jarang mereka hanya memperbolehkan penggunaan gadget di akhir pekan atau liburan saja. Itu pun dalam waktu yang dibatasi.

Uniknya, ternyata tidak semua petinggi perusahaan teknologi setuju dengan pola pengasuhan anak ala Steve Jobs. Dick Costolo, CEO dari Twitter justru mengkhawatirkan sistem pembatasan pemakaian gadget  ekstrim pada anak.

Pembatasan dari orang tua yang cukup ekstrim dianggap dapat menimbulkan efek negatif yang lebih berbahaya di kemudian hari. Sebab, bukan tidak mungkin anak-anak itu akan menggunakan iPad da  iPhone  secara berlebihan saat jauh dari orang tua sebagai bentuk kompensasi atas masa lalunya.

2. Tanpa gadget, social skill lebih bagus
Tampaknya, kebijakan Steve Jobs untuk membatasi penggunaan gadget pada anak-anaknya terbukti benar, pria yang meninggal pada tahun 2011 itu memberikan sebuah pelajaran berharga terakhir bagi semua orang tua.

Berdasarkan penelitian dari Universitas California, anak-anak yang tidak bersentuhan dengan gadget selama beberapa hari mampu berinteraksi dan memiliki 'social skill' lebih baik. Ya, hanya dibutuhkan beberapa hari saja untuk membuat anak-anak kembali aktif bersosialisasi meskipun sebelumnya mereka akan melewati masa depresi temporer akibat jauh dari gadget.

Peneliti berhasil menemukan fakta di mana anak-anak berumur 11 hingga 12 tahun dapat membaca emosi orang lain lebih baik setelah 5 hari tidak bersentuhan dengan gadget. Anak-anak yang terlalu sering bermain dengan gadget diklaim sering kehilangan kemampuan dasar dalam berkomunikasi, yaitu memahami ekspresi atau gestur yang menandai perubahan perasaan seseorang. Padahal kemampuan tersebut adalah salah satu modal penting saat interaksi langsung.

Di Indonesia sendiri fenomena ini juga semakin jamak ditemukan. Misalnya, banyak anak-anak yang menunggu kepulangan orang tuanya hanya untuk dapat bermain dengan smartphone atau tablet mereka. Hal ini secara tak langsung dapat menurunkan kualitas komunikasi keluarga, termasuk kemampuan interaksi anak dengan orang lain.

3. Meningkatkan kualitas komunikasi keluarga
Penulis buku biografi Steve Jobs, Walter Isacson, yang pernah menghabiskan waktu lama dengan Steve Jobs saat menulis buku tersebut juga cukup terkejut saat melihat interaksi keluarga pendiri Apple tersebut.

Menurut Walter Isacson, setiap malam keluarga Steve Jobs selalu mengadakan makan malam sambil mendiskusikan buku atau hal-hal menarik lain. Selama itu pula, anak-anak Steve Jobs tidak ada yang mengeluarkan iPhone atau iPad. Mereka pun tidak terlihat kecanduan pada gadget sama sekali.

Padahal, di banyak keluarga modern gadget touchscreen seperti iPad dan iPhone sering 'mengambil alih' perhatian anak dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Suasana meja makan banyak keluarga diklaim menjadi lebih sunyi akibat kehadiran gadget macam iPhone dan iPad.?

Saat tengah makan pun banyak anak-anak yang masih sibuk memainkan gameonline mereka atau 'chattingan' via jejaring sosial. Alhasil, kini mulai banyak orang tua yang semakin aktif melarang anak-anaknya membawa gadget saat makan. Bahkan, beberapa pengembang aplikasi turut membuat software iOS yang memungkinkan orang tua mematikan iPhone anak-anak pada jam-jam tertentu, seperti saat makan bersama.


4. Bahaya paparan konten-konten di internet
Tidak bisa dipungkiri bila iPad dan iPhone dapat membuat penggunanya terus online dan terkoneksi dengan dunia maya. Sayangnya, internet tidak hanya berisi hal-hal yang positif saja. Berbagai konten-konten yang dianggap berbahaya bagi perkembangan mental anak juga tersebar dengan bebas di dalamnya.

Mungkin hal ini yang juga menjadi perhatian dari Steve Jobs.  Steve Jobs mengungkapkan bila kehidupan keluarganya jauh dari kesan bermewah-mewahan dan penuh teknologi layar sentuh yang dapat memudahkan koneksi dengan internet. Dia dan istrinya sangat meminimalisir penggunaan teknologi untuk anak di dalam rumah sejak dini.

Langkah yang sempat diambil oleh Steve Jobs sangat beralasan, sebab anak-anak, terutama yang berumur di bawah 10 tahun adalah kelompok yang paling rentan kecanduan terhadap gadget. Akibat rasa ingin tahu anak yang tinggi dan akses terhadap teknologi dan internet yang tersedia dengan mudah, anak-anak berpotensi mendapat paparan konten-konten berbahaya seperti pornografi atau bahkan melakukan aktivitas negatif seperti mem-bully orang via jejaring sosial.

Oleh sebab itu, banyak orang tua di luar sana yang akhirnya baru memberikan smartphone ke anak-anaknya saat mereka sudah cukup dewasa di sekitar umur 14 tahun. Sehingga lebih mudah bagi par orang tua untuk membimbing mereka saat hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

penulis NIH









KERINDUAN

dengan seragam putih merah
kita luapkan marah
pada burung burung yang menari lincah
dipucuk pucuk padi pak tani
teriak kita mengejar kepak sayapnya
kaki terjerembab noda
melesatkan belalang dari pematang
berhamburan menabrak daun daun

kerbau menikmati rendaman
berlulur lumpur hingga tertidur
menemani gembalanya mendengkur
teriak kita mengaburkan mimpinya
meraih anyaman daun kelapa
melanjutkan mimpi dikepala

masih dengan seragam putih merah
tidak lagi bersih sampai rumah
kita mengendap lewat belakang
menolak omelan usang di telinga
terlalu sibuk untuk makan, sayang
mengabaikan angin yang menantang
layang layang terbang

di bawah rumpun bambu
kita sulam cerita dibuku
tentang teman dan guru baru
terbahak kemudian tersedak
menikmati timun pemberian
atau semangka curian

setelah seragam ditanggalkan
gema teriakan yang dulu indah
kini memukul tembok terpantul
menjadi gaung gaduh
membangunkan debu jalan

tidak dengan seragam putih merah lagi
rindu ini membawa ku kembali
berharap teman teman menanti
dipematang yang menjadi gang
disawah yang menjadi rumah
dikenyataan yang menjadi resah

kubu delod tukad
KA 2014