jejak dendam perih
meraksasa di angkasa
akan cinta besar
dan terhalang durjna
manusia melacurkan
diri di istana
namun tak demikian
dengan bulan ksatria
kekuatan cinta kan
beri dia mahkota
bulan merana jingga
hapus air matamu
ksatria datang dengan
bendera tanpa pedang
di detik ini cinta
adalaah kebenaran
tinggi menjulang
menembus peradaban
melewati waktu
melawan pembenaran
dan kini bulan
menantikan gemilang
tangi, air matanya
telah hilang
derap kuda ksatria
gagah dekati surga
walau neraka berjanji
tuk menghabisinya
di pintu istana bulan
merajah hatinya,
tuk tinggalkan raja, hakim
dn khianat semesta
menuju kemenangan, dan
cinta di kumandangkan
menuju kta hati, dan
terbakarlah semua kebencian
Kamis, 23 Oktober 2014
SID-ketika senja (lirik)
ketika senja perlahan mulai tenggelam
di balik gelap kan datang kemenangan
tanggalkan aayap dan tanduk setanmu
yang ada hanya kebenaran semesta
dan kita para tentara,
para pejuang wktu,
tanah ini,
luka ini
demi esok
yang lebih bersinar
terus bersinar,
cahaya cinta berpijar,
dendam bukan mahkota,
anggunlah kau bersinar
kejar dan kejarlah jawaban
atas misteri hidup dan
peristiwa yang kan
menggetarkan istana
welcome boys and girls,
you know i love you all
welcome boy and girls,
to this monument of f**k you all
our dreams are made of steel tonight,
and our heart is forever strong
the kingdom of our ignorance
we will see they fall again,
di balik gelap kan datang kemenangan
tanggalkan aayap dan tanduk setanmu
yang ada hanya kebenaran semesta
dan kita para tentara,
para pejuang wktu,
tanah ini,
luka ini
demi esok
yang lebih bersinar
terus bersinar,
cahaya cinta berpijar,
dendam bukan mahkota,
anggunlah kau bersinar
kejar dan kejarlah jawaban
atas misteri hidup dan
peristiwa yang kan
menggetarkan istana
welcome boys and girls,
you know i love you all
welcome boy and girls,
to this monument of f**k you all
our dreams are made of steel tonight,
and our heart is forever strong
the kingdom of our ignorance
we will see they fall again,
Bandara Ngurah Rai Kini (puisi)
Rumah megah dengan gedung yang tak lagi ramah
Dibangun tanpa kayu dari hutan yang telah layu
Tak ada alunan jamaica disini, seperti kisah sahadewa
Hanya kokoh berdiri kaku, sesekali menderu
Pintu.... Tak jelas masuk keluar, pergi dan datang
Melompat lompat tak tepat, tak tetap
Mengelabui santai yang damai
menjadi panik diburu
Bukan hanya aku yang bingung denganmu,
Mereka para penumpang yang diburu waktu,
Penukar waktu dan keringat untuk rupiah yang lesu,
Juga resah"Aduh ken ken ne sing taen tetep" keluhnya
"Mungkin hanya dia, yang tak lagi berdasi
Berceramah sambil bersantap, ongkang kaki
Yang tahu pintu tetap dan tepat diletakkan"
Gumam hatiku gundah.....
Aku terkesima mengikuti langkah cantik jelita
Turut memasuki kedai amerika,
Celoteh pramuniaga tak fasih ditelinga,
Membuatku menerka nerka yang tersaji
Dan akupun lupa jam keberangkatan,
Sedang si rupawan...,,,,,
Hilang ditelan pintu kaca
KA 22-10-2014
Melompat lompat tak tepat, tak tetap
Mengelabui santai yang damai
menjadi panik diburu
Bukan hanya aku yang bingung denganmu,
Mereka para penumpang yang diburu waktu,
Penukar waktu dan keringat untuk rupiah yang lesu,
Juga resah"Aduh ken ken ne sing taen tetep" keluhnya
"Mungkin hanya dia, yang tak lagi berdasi
Berceramah sambil bersantap, ongkang kaki
Yang tahu pintu tetap dan tepat diletakkan"
Gumam hatiku gundah.....
Aku terkesima mengikuti langkah cantik jelita
Turut memasuki kedai amerika,
Celoteh pramuniaga tak fasih ditelinga,
Membuatku menerka nerka yang tersaji
Dan akupun lupa jam keberangkatan,
Sedang si rupawan...,,,,,
Hilang ditelan pintu kaca
KA 22-10-2014
Senin, 20 Oktober 2014
Tumpek Pande
Keris luk lima bertahta permata
Kurang paham keberadaan,
Tak terdifinisi dalam fungsi
Hingga jemari nakal mencarikan ganti
Dulu, ia pun ada jasa yang terlupa
Ku tahu dari dongeng pengantar tidur
Yang diuntai berulang ulang
Dari sosok renta...
Tak kasat mata, keris luk lima
Selalu sembunyi di pejenengan
Setia menjaga bersatunya keturunan
Dari seteru warisan
Sungguh tak pernah dalam dilema
Ketika tukang las culas
Melebur luk lima dari empunya
Menjelma kereta kuda....beroda
Dengan saji dan upacara
Kereta berbaris ditepian jalan
Bukan, tunjukkan keberadaan
Tapi kandang tak lagi ada
-------------
Dalam bisuku pun aku ragu, sahadewa
Kereta itu tak bisa membawa kembali
Cinta, harga diri yang di sembunyikan pelangi
Hanya menghiasi kekosongan jiwa
Dan dongeng itu menggelisahkan
Ujung mimpi yang terbeli,
Menyadarkan....... senja
Yang tak bisa menunggu
KadekAsek
Oktober 2014
Ku tahu dari dongeng pengantar tidur
Yang diuntai berulang ulang
Dari sosok renta...
Tak kasat mata, keris luk lima
Selalu sembunyi di pejenengan
Setia menjaga bersatunya keturunan
Dari seteru warisan
Sungguh tak pernah dalam dilema
Ketika tukang las culas
Melebur luk lima dari empunya
Menjelma kereta kuda....beroda
Dengan saji dan upacara
Kereta berbaris ditepian jalan
Bukan, tunjukkan keberadaan
Tapi kandang tak lagi ada
-------------
Dalam bisuku pun aku ragu, sahadewa
Kereta itu tak bisa membawa kembali
Cinta, harga diri yang di sembunyikan pelangi
Hanya menghiasi kekosongan jiwa
Dan dongeng itu menggelisahkan
Ujung mimpi yang terbeli,
Menyadarkan....... senja
Yang tak bisa menunggu
KadekAsek
Oktober 2014
Selasa, 14 Oktober 2014
papua...Kini (puisi)
ku dengar sumbang nada tak bertembang
sayup namun jelas
bayangan wajah tangis seorang ibu
sesegukan dalam pembaringan
menahan sakit terabaikan....
oh air mata mu,....
tak lagi terhapus akar
yang menyerap menumbuhkan belukar
sedang keksihmu sang matahari
sibuk memanggang
anak anak bangsa yang kau lahirkan
beberpa yang diharapkan,....
justru memperkosa fisik
explorasi seluruh tubuhmu tiada henti
dan jiwamu pun terluka
semakin sedih burung berkabar
hilang dahan sandaran, karena
setip payudra(gunung) tak lagi cembung
menjadi cekung bernanah debu
lintasan monster kemakmuran
sedang dimeja perjanjian tak lagi bertemu
niat menjaga atau memelihara
hanya bicara bagian yang tak terbagi
dari kekayan bumi, tak berhasrat
menyisakan untuk cerita generasi
KA14-10-2014
tak lagi terhapus akar
yang menyerap menumbuhkan belukar
sedang keksihmu sang matahari
sibuk memanggang
anak anak bangsa yang kau lahirkan
beberpa yang diharapkan,....
justru memperkosa fisik
explorasi seluruh tubuhmu tiada henti
dan jiwamu pun terluka
semakin sedih burung berkabar
hilang dahan sandaran, karena
setip payudra(gunung) tak lagi cembung
menjadi cekung bernanah debu
lintasan monster kemakmuran
sedang dimeja perjanjian tak lagi bertemu
niat menjaga atau memelihara
hanya bicara bagian yang tak terbagi
dari kekayan bumi, tak berhasrat
menyisakan untuk cerita generasi
KA14-10-2014
Pojok PrCandiNarmada
bebek bebek di natar candi,
setia......
mengantar surya kembali
berbekal .....
puja puji penguasa industri
dan caci maki petani
bunga kamboja jatuh satu satu
dari ranting rapuhnya
menyalami,....
lalu lalang langkah tak henti,
dan ayam yang salah tingkah,
mematuk nafkah
laksana bebek di filosofi,
terpenjara dalam bijaksana
seperti aku terpaku lemah lesu
diladang yang mulai layu,.....
dan Tuhan tetap bisu
PrCandiNarmada
13-Oct-2014
setia......
mengantar surya kembali
berbekal .....
puja puji penguasa industri
dan caci maki petani
bunga kamboja jatuh satu satu
dari ranting rapuhnya
menyalami,....
lalu lalang langkah tak henti,
dan ayam yang salah tingkah,
mematuk nafkah
laksana bebek di filosofi,
terpenjara dalam bijaksana
seperti aku terpaku lemah lesu
diladang yang mulai layu,.....
dan Tuhan tetap bisu
PrCandiNarmada
13-Oct-2014
Kamis, 09 Oktober 2014
Dan musim berganti (puisi)
Harusnya kau cerita
Hujan sudah bermuara
Semalam tadi,
dikulit pertiwi....,
dan angin basah
menyalami daun daun frustrasi
Harusnya kita berpesta
Berdansa bersama
Dalam ritual besar
Untuk matahari
Yang berhenti murka,
Dan musim berganti
KA oct-2014
Hujan sudah bermuara
Semalam tadi,
dikulit pertiwi....,
dan angin basah
menyalami daun daun frustrasi
Harusnya kita berpesta
Berdansa bersama
Dalam ritual besar
Untuk matahari
Yang berhenti murka,
Dan musim berganti
KA oct-2014
Purnama yang Gerhana (puisi)
Mungkin bumi kecewa pada matahari...
Mengira bulan penuh sama panasnya
Dari belahan beda, bayangnya menutup purnama
Mungkin bulan lagi menggoda,
Kalarau yang memangsa namun tak mampu menelan
Bulan muncul lagi dari kegelapan dibantu awan yang menari riang
Mungkin matahari tak lagi mampu kejar putaran bumi
Hingga siang dan malam sekejap mata
Dan bulan hadir sebagai tabatan bintang yang lepas dari gugusan
Mungkin selamanya purnama akan gerhana
Fenomena semesta yang terlupa manusia
Seperti kita sulit mencerna waktu (kala) dan bulan menjadi satu batasan
KA- oct2014
demokrasi yang dibajak
Hajatan yang tuntas
menggantung rasa puas
disana.........
gedung parlemen
hanya penuh ornamen
berdasi atau bersafari
penghias demokrasi
yang mati......
sudah ku gabung
salam satu dan dua
menjadi tiga jari, agar
lebih peduli pada bangsa
bukan kantong sendiri
haruskah.........
dengan kepalan jari
agar dimengerti...?
KA oct-2014
menggantung rasa puas
disana.........
gedung parlemen
hanya penuh ornamen
berdasi atau bersafari
penghias demokrasi
yang mati......
sudah ku gabung
salam satu dan dua
menjadi tiga jari, agar
lebih peduli pada bangsa
bukan kantong sendiri
haruskah.........
dengan kepalan jari
agar dimengerti...?
KA oct-2014
Senin, 06 Oktober 2014
Anak-anak Kita Bukanlah Burung Dara yang Sayapnya Diikat - Prof Rhenald Kasali
Pada abad ke-15, seorang pelaut tangguh mengangkat layar kapalnya menyeberangi lautan. Tujuannya adalah pusat rempah-rempah di timur.
“India.” Ia berseru pada semua awak kapalnya. “Kita telah mendarat di India.”
Anda mungkin sudah bisa mereka siapa yang saya maksud. Ya, dia adalah Christopher Colombus. Alih-alih mendarat di India seperti janjinya pada ratu Isabel yang membiayai misi perjalanannya (untuk memperkuat posisi Spanyol dalam perdagangan rempah-rempah yang terputus akibat Perang Salib), Colombus justru mendarat di Amerika.
Ini tentu di luar harapannya. Saat menghadap ratu, ia pun dicemooh para penjelajah dunia lainnya yang sudah sampai di Tanjung Harapan. Ketika itulah Columbus berfilsafat, "Kalau Anda tak pernah kesasar, maka kita tak akan pernah menemukan jalan baru."
Tetapi bagaimana orang seperti Columbus bisa menjadi penjelajah dunia, menemukan dunia baru? Sama pertanyaannya, mengapa orang-orang Jepang, India, Yahudi, China dan Korea ada di seluruh dunia?
Bahkan sekarang, orang Malaysia dan Singapura mulai banyak buka usaha di sini? Ada apa dengan anak-anak kita yang masih senang berada dalam "ketiak" keluarga besarnya, menjadi PNS dan sebagainya?
Saya ingin katakan, sesungguhnya anak-anak Anda sama seperti saya. Kita semua sebenarnya rajawali, dan bukanlah burung dara yang sayapnya diikat (dikodi) serta tak pernah bisa terbang tinggi, diberi kandang yang sempit agar selalu dekat dengan tuannya.
Berikan anak-anak Tantangan, Maka Mereka akan Menjadi Pemimpin
Saya kira Columbus benar. Kita semua tahu tidaklah penting apa yang kita capai hari ini, atau saat ini. Yang lebih penting sesungguhnya adalah apa yang bisa kita pelajari dari sebuah perjalanan itu sendiri. Apalagi perjalanan itu adalah sebuah proses, bukan penghentian akhir. Anak-anak tak boleh berhenti belajar walau katanya "sudah tamat" sekolah.
Sebaliknya, Anda tahu hari ini, jutaan manusia Indonesia setiap hari sangat takut "menjelajahi" dunia baru yang sama sekali belum dikenalnya. Teman saya, seorang guru matematika misalnya, marah besar saat disuruh mengajar matematika dengan cara digabungkan dengan ilmu lainnya secara holistik. Dia biasa nyaman dalam silonya yang parsial dan merasa paling pandai. Dia juga gemar mengatakan orang lain salah.
Banyak orang menghindari sesuatu yang namanya kegagalan, kesasar, atau segala hal baru yang bakal menyulitkan hidupnya. Bahkan, menghindari sesuatu kalau ada tantangannya karena takut terlihat kurang pandai karena orang lain bisa melakukannya sedang kita mungkin tidak. Kita maunya anak-anak kita menjadi juara kelas, lulus cepat dan dapat pekerjaan yang baik, dimudahkan jalannya.
Kita bahkan carikan mereka pekerjaan dari koneksi kita, yang mudah-mudah. Tak banyak orang yang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia sebenarnya tak pernah lepas dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan kehidupan.
Tanpa kita sadari, sebenarnya kita terperangkap dalam kenyamanan. Persis seperti perjalanan pulang-pergi rumah-kantor yang selalu melewati jalan yang sama berulang-ulang, yang sesungguhnya mencerminkan kemalasan berpikir belaka. Kita takut kesasar, menjaga agar anak-anak tidak tersesat. Padahal jalan yang buntu itu bukan dead end, tetapi pertanda perlunya putar arah (reroute).
Ingatlah, masalah baru terus bermunculan dan pengambilan keputusan tak bisa dihafalkan. Habit kita telah kita wariskan pada bangsa melalui anak-anak kita.
"Self Driving"
Bepergian ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas sesungguhnya bisa mengubah nasib manusia. Dan keterbatasan itu belum tentu membuat kita tersudut tanpa kemampuan keluar (dari kesulitan) sama sekali. Dan anak-anak remaja kita, sesungguhnya memiliki kemampuan untuk men-drive diri masing-masing, yang membuat mereka mampu mencari dan menemukan "pintu keluar" dari kesulitan sehari-hari.
Namun tradisi kita ternyata jauh dari harapan itu. Kita lebih banyak membentuk mereka menjadi passengers ketimbang drivers. Persis seperti penumpang angkutan kota yang boleh mengantuk, bahkan tertidur, tak perlu tahu arah jalan, merawat kendaraan, berinisiatif pindah jalur. Semua sudah ada yang urus, tahu-tahu sudah sampai di tempat tujuan.
Anak-anak kita sesungguhnya adalah rajawali, bukan burung dara. Tetapi secara psikologis dan tradisi, kita telah mengikat (meng-'kodi') sayapnya, sehingga mereka tak bisa terbang tinggi. Mereka hanya menjadi "burung dara" yang hanya bisa melompat ke atap gedung, lalu turun lagi ke bawah tidak jauh-jauh dari rumah kita.
Kita "kodi" sayapnya dengan berbagai belenggu, apakah itu proteksi dan kenikmatan yang berlebihan, keputusan yang tidak pernah kita ijinkan untuk diambil mereka sendiri, hanya untuk memotong rambut atau membeli sepatu.
Banyak masalah mereka kita ambil alih cepat-cepat sebelum mereka bergulat mengatasinya sendiri dalam kecemasan, dalam ketakberdayaan.
Juga dogma, ancaman, ketakberdayaan dari pengalaman kita, serta kehadiran kita yang harus ada kemanapun mereka pergi.
Cerita mereka bisa anda baca dalam buku aplikasi Self Driving (terbit dua minggu lalu) yang kemarin diluncurkan mahasiswa saya di UI. Judulnya 30 Paspor di Kelas Sang Profesor. Isinya suka duka dan curhat mereka melepas kodi-kodi itu agar menjadi rajawali yang hebat dalam program one person-one nation, kesasar di manca-negara.
Buku itu jadi sebagai akibat provokasi yang saya lakukan pada mereka, dengan fakta bahwa para tenaga kerja wanita kita di luar negri ternyata lebih mampu menangani tantangan dan ketidakpastian di luar negri ketimbang para calon sarjana yang hanya duduk manis di bangku kuliah.
Saya katakan, era jagoan bicara telah berakhir, kini jagoan itu hanya akan dihormati kalau mereka punya karya, punya langkah. Dan TKW itu adalah manusia yang terhormat karena mereka punya langkah dan membawa berkah.
Jadi hari pertama kuliah, mereka harus urus paspor. Seminggu kemudian, membuat rencana perjalanan ke luar negri. Satu negara hanya boleh dikunjungi oleh satu orang. Dan itu harus cepat, karena 30 mahasiswa berebut negara tujuan dengan syarat tak boleh yang bahasa dan penduduknya mirip dengan kita. Kalau terlambat, biayanya makin besar, negeri yang dikunjungi makin jauh, makin rumit pengurusan visa dan mungkin saja makin tak menarik untuk dikunjungi. Misalnya Bangladesh.
Ada dua situasi kebatinan yang akan mereka hadapi: terasing sekaligus tertantang. Dalam keterasingan, mereka hanya berbicara dengan diri sendiri, bukan bergantung pada orang lain. Di tengah kesibukan banyak berdialog dengan orang lain dan media sosial, dalam keterasingan, bagus bagi anak muda untuk membangun diri. Dialog diri ini akan menimbulkan self awareness (kesadaran diri) untuk membentuk karakter yang kuat.
Sebab, kuliah saja di bangku kelas tak menjamin manusia belajar menghadapi tantangan yang sebenarnya. Kini, semua persiapan harus diurus sendiri dalam waktu yang sangat singkat, dilarang memakai jasa calo atau travel, juga dilarang menerima bantuan keluarga.
Paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang mau dilihat, biaya dan sebagainya. Laporannya pun bebas, diutamakan refleksi kehidupan, bukan soal produk atau pasar. Jadi perjalanan mereka tidak dimulai di pintu keberangkatan bandara, melainkan di hari pertama kuliah dengan saya.
Sambil belajar teori saya ajak mereka melihat sendiri dunia, dan hadapi sendiri segala masalah. Makin kesasar makin bagus. Lama-lama "kodian" itu lepas, sayap mereka membuka, tanpa disadari mereka mulai bisa terbang jauh.
Satu hal yang dapat dipastikan adalah; mereka akan mulai mengaktifkan otaknya. Dari situ secara tidak sadar mereka sudah memulai praktik manajemen yang sebenarnya. Selama ini buku-buku sudah pasti menjelaskan segala teknik mengatasi masalah dengan amat jelas.
Masalahnya, pernahkah mereka sendiri menggunakanya dalam kehidupan di dunia nyata?
Faktanya pula, kebanyakan sarjana kita belum banyak yang mampu bekerja dengan baik meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat berprestasi. Inilah yang disebut sarjana kertas dengan kehebatan memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas ujian.
Sebagai guru, saya merenungkan kehadiran saya dalam kehidupan mereka: apakah saya hanya menjadi pentransfer pengetahuan atau seorang pendidik? Saya menyadari betul bahwa pendidik bukanlah sekedar penyampai teori. Kemampuan mewadahi keingintahuan, memperbaiki watak dan karakter, membentuk masa depan mereka adalah sama pentingnya dengan memperaktikan teori.
Masalahnya, maukah mereka berubah? Apakah perubahan ini diijinkan orangtua mereka yang "percaya" bahwa menjadi burung dara lebih baik daripada menjadi rajawali...
Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain itu, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Saat ini, dia juga maju sebagai kandidat Rektor Universitas Indonesia. Terakhir, buku yang ditulis berjudul "Self Driving": Merubah mental passengers menjadi drivers.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/10/04/100000926/Anak-anak.Kita.Bukanlah.Burung.Dara.yang.Sayapnya.Diikat
Minggu, 05 Oktober 2014
Nama dari 100 Kurawa
- Duryodana
- Dursasana
- Dursaha
- Dursala
- Jalaganda
- Sama
- Saha
- Winda
- Anuwinda
- Durdarsa
- Subahu
- Duspradarsa
- Durmarsana
- Durmuka
- Duskarna
- Karna
- Wikarna
- Sala
- Satwa
- Sulocana
- Citra
- Upacitra
- Citraksa
- Carucitra
- Sarasana
- Durmada
- Durwigaha
- Wiwitsu
- Wikatinanda
- Urnanaba
- Sunaba
- Nanda
- Upananda
- Citrabana
- Citrawarma
- Suwarma
- Durwimoca
- Ayobahu
- Mahabahu
- Citrangga
- Citrakundala
- Bimawiga
- Bimabela
- Walaki
- Belawardana
- Ugrayuda
- Susena
- Kundadara
- Mahodara
- Citrayuda
- Nisanggi
- Pasa
- Wrendaraka
- Dredawarma
- Dredaksatra
- Somakirti
- Antudara
- Dredasanda
- Jarasanda
- Satyasanda
- Sadasuwaka
- Ugrasrawa
- Ugrasena
- Senani
- Dusparaja
- Aparajita
- Kundase
- Wisalaksa
- Duradara
- Dredahasta
- Suhasta
- Watawiga
- Suwarca
- Adityaketu
- Bahwasa
- Nagadata
- Ugrasai
- Kawaci
- Kradana
- Kundi
- Bimawikra
- Danurdara
- Wirabahu
- Alolupa
- Abaya
- Dredakarma
- Dredaratasraya
- Anadrusya
- Kundabedi
- Wirawi
- Citrakundala
- Pramada
- Amapramadi
- Dirgaroma
- Suwirya
- Dirgabahu
- Sujata
- Kencanadwaja
- Kundasi
- Wirajasa
- Yuyutsu
- Dursala
Yuyutsu adalah satu-satunya putra Dretarastra yang selamat dari pertarungan ganas di Kurukshetra karena memihak para Pandawa dan ia melanjutkan garis keturunan ayahnya, serta membuatkan upacara bagi para leluhurnya.
copy from: cerita dan tradisi agama hindu
Rabu, 01 Oktober 2014
Akhir Jalanmu (puisi)
***hadapkan wajah ke arah cahaya
sehingga kegelapan tak menguasaimu
--------------------------------------
cahaya yang ku bajak
di tepi jendela
melelehkan impian
jadi harapan hangat
memberi terang pada gelap
jiwa-jiwa sesat dalam doa
terkapar dijalan surga.
dari setiap jengkal nafas
yang belum lepas,
cucuran peluh
kau ramu keluh
fasih mengutuk hari
dari jarum yang tak henti
mengoyak kulit ari
mata...pecahlah sudah
mutiaranya bergulir deras
lepas mimpi usang,
lekang terpanggang
di siang yang khawatir
membakar iman
berkepanjangan........
KA1\10\2014
Langganan:
Postingan (Atom)